Epistemik Indonesia

PERBANDINGAN PENANGANAN COVID-19 DI INDONESIA DAN VIETNAM

Date

Di awal tahun 2021, satu tahun sejak Direktur Jenderal WHO mendeklarasikan Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) yang disebabkan oleh Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), hampir semua pemerintah di dunia masih terus berjuang mengatasinya. Virus korona yang pertama kali diberitakan di Wuhan, China, pada Desember tahun 2019 itu menyebar sangat cepat dan memiliki daya mematikan. Hingga WHO membuat sub-web khusus dalam portal utama mereka3 dan pada Maret 2020 WHO mengeluarkan Strategic Preparedness and Response Plan (WHO, 2020) untuk mendukung pemerintah negara-negara di dunia mengantisipasi penyebaran Covid-19. Dokumen tersebut menginformasikan temuan pengetahuan terakhir virus dan menerjemahkan temuan itu ke dalam tindakan strategis sebagai panduan mengembangkan rencana operasional sesuai konteks di masing-masing negara (regional).

Pembelajaran dari Masa Lalu

Sebelum pandemi Covid-19, Vietnam selama 20 tahun bergelut dengan pengalaman berbagai penyakit menular, di antaranya SARS pada tahun 2003- 2004, H5N1 (flu babi) pada tahun 2008, AI/H1N1 (flu burung) tahun 2009 yang masih terus berlangsung dalam jumlah kecil (2018). Setelah wabah SARS yang menginfeksi puluhan petugas kesehatan dan ribuan warga meninggal, Vietnam meningkatkan investasi untuk infrastruktur kesehatan masyarakat. Pada 2013, Vietnam mendirikan General Department of Preventive Medicine (GDPM), sebuah lembaga di lingkungan Kementerian Kesehatan (MoH) yang mengeluarkan kebijakan kesehatan masyarakat dan arahan strategis kegiatan kesehatan masyarakat. GDPM menaungi Public Health Emergency Operations Centers (PHEOCs) untuk operasional situasi pandemi penyakit menular yang dimotori para epidemolog terlatih keluaran Field Epidemiology Training Program, sebuah program kerja sama pemerintah dengan CDC AS dan WHO.

Kini, Vietnam telah memiliki 4 lembaga regional sejenis (Utara, Selatan, Pantai Tengah, dan Dataran Tinggi Tengah) yang secara teknis kuat dengan kapasitas laboratorium yang cukup maju. Para epidemolog terlatih itu yang mengelola lembaga regional dan secara jaringan menjalankan latihan serta pelatihan untuk mempersiapkan pemangku kepentingan membantu pemerintah mengelola kesiapsiagaan dan upaya tanggap terkait wabah atau pandemi (Pollack et al., 2020).

Pada 2016, Vietnam dengan bantuan CDC AS melakukan uji coba program pengawasan kesehatan berbasis kejadian (event-based surveillance, EBS) pada 6 rumah sakit di 2 provinsi. EBS penting untuk mendeteksi secara dini kemunculan wabah penyakit dan kejadian kesehatan akut masyarakat dengan sistem pengumpulan data secara berjenjang, mulai dari Commune Health Station (CHS) di tingkat komunitas, District Health/Preventive Medicine Centre (DPMC) di tingkat distrik, provinsi, daerah, hingga ke GDPM di tingkat nasional. Program ini ditingkatkan secara nasional pada 2018 dengan terbagi menjadi dua sektor yang paralel namun saling terkait; sektor kuratif dan preventif (Otsu et al., 2020). EBS mengharuskan semua sektor kuratif, yang meliputi rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya (baik pemerintah maupun swasta), melaporkan temuan penyakit dan kejadian ke database pusat untuk memastikan MoH dapat melacak perkembangan epidemiologi di seluruh negeri secara real-time. Sektor kuratif berkoordinasi dengan bidang preventif di tingkatnya masing-masing yang memberdayakan anggota masyarakat, termasuk guru, apoteker, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan bahkan tabib obat tradisional; untuk melaporkan kejadian kesehatan masyarakat dengan tujuan mengidentifikasi kelompok orang yang memiliki gejala serupa yang mungkin menunjukkan munculnya wabah (Otsu et al., 2020)…

More
articles