Populisme dan Politik Identitas: Dua Akar Masalah
Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di Jakarta tidak dapat dilepaskan dari pengaruh politik elektoral di tingkat daerah maupun di tingkat pusat. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung memiliki konsekuensi logis terhadap politik kebijakan publik di daerah. Pertama, kebijakan pembangunan di daerah sering bersifat lebih politis, yaitu untuk kepentingan politik dari pemimpin yang berkuasa atau koalisinya, dan kurang berorientasi administratif, atau untuk kepentingan pemerintahan yang baik untuk masyarakat. Artinya, meskipun berbagai kebijakan dilakukan untuk menghadapi masalah-masalah di daerah serta untuk membangun kesejahteraan dan keadilan sosial di masyarakat daerah, namun pelaksanaannya dapat mengalami hambatan atau distorsi dari orientasi pada kepentingan politik pemimpin atau kelompoknya (Aspinall & Fealy, 2003). Kedua, politik elektoral dengan sistem multipartai dengan konteks sosial dan kultural yang memiliki kecenderungan primordial yang cukup kuat, cenderung mengarah kepada maraknya populisme, politik identitas dan klientelisme (Aspinall, 2011; Aspinall & Sukmajati, 2016; Hadiz, 2016).
Dalam kasus pembangunan sistem transportasi dan mitigasi bencana, kendala yang selalu dipermasalahkan adalah mahalnya biaya pembangunan sistem transportasi publik terintegrasi18 dan infrastruktur pencegahan dan mitigasi bencana alam akibat perubahan iklim seperti kenaikan muka air laut dan banjir. Meskipun kedua masalah tersebut telah menjadi isu kebijakan sejak tahun 1990-an, namun kebijakan pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk meresponsnya cenderung minimal. Dalam pembangunan sistem transportasi terintegrasi, perencanaannya telah ditetapkan sejak awal tahun 2000-an. Di dalam perencanaan tersebut telah termuat rencana pembangunan dua jalur kereta bawah tanah yang menghubungkan Utara-Selatan dan Timur-Barat Jakarta. Selain itu, rencana tersebut juga mencakup cita-cita membangun beberapa stasiun kereta dengan skema transit oriented development (TOD) yang memungkinkan akses ke pusat perkantoran, pendidikan, perbelanjaan dan pemukiman di satu wilayah agar mengurangi penggunaan alat transportasi serta meningkatkan kultur pejalan kaki…