Dari Politik Aliran ke Politik Identitas
Apa yang pernah terjadi di Indonesia pada dua dasawarsa setelah kemerdekaan, kembali terjadi setelah 1998 bahkan hingga kini. Apa yang belum selesai pada dua dasawarsa setelah kemerdekaan Indonesia, kembali berlanjut dua tahun sebelum pergantian Millennium. Kala itu frasa “politik aliran” lebih lazim daripada frasa “politik identitas”. Jeda sejak 1966, bahkan mungkin sejak 1959 atau 1962 ketika Demokrasi Terpimpin Soekarno terapkan dan menguat, hanya bisa terjadi karena peranan negara yang begitu kukuh dan tunggal, sebagaimana tulis Feith dan Castles (1988: xxi) dalam “Pengantar Edisi Indonesia” Indonesian Political Thinking 1945 – 1965: “Kesamaannya terletak pada semakin pentingnya peranan ideologi negara”. Jelang dan ketika Soeharto berkuasa itulah, yang menurut Farabi Fakih (2014), Indonesia
sedang menjadi “managerial state”. Indonesia berhenti berproses menemukan identitasnya, seketika negara dan penguasa yang memimpinnya justru meniadakan keterlibatan masyarakat dengan keragaman identitasnya. Pada tahun-tahun terakhir kekuasaannya, Soekarno justru melempangkan jalan bagi Soeharto. Setelah hampir empat dasawarsa, setelah Soeharto jatuh, Indonesia kembali melanjutkan penemuan kembali identitasnya…