Epistemik Indonesia

Politik Identitas Jakarta Kontemporer Pasca-Perpindahan Ibu Kota

Date

Diamputasinya status Daerah Khusus Ibukota (DKI) dari Kota Jakarta diproyeksi akan memiliki bermacam akibat, baik positif maupun negatif baik bagi warganya. Secara kultural status ibukota sangat ikonis sebagai representasi puncak dari pencapaian banyak aspek dalam kehidupan masyarakat. Salah satu alasan pemindahan ibukota adalah demi memudahkan penataan kembali Kota Jakarta. Dengan berkurangnya beban Jakarta, maka Jakarta bisa fokus pada penataan dan peningkatan kualitas kota yang selama ini menghadapi sangat banyak sekali masalah. Narasi Jakarta sebagai kota metropolitan modern yang memiliki kesanggupan menghadapi perubahan struktur ekonomi dunia dengan pengandaian warganya yang multikultural, toleransi, dan kreatif. Mengutip apa yang disebut George Simel selama ini kaum urban Jakarta kerap dikaitkan dengan masyarakat yang abai (blasé attitude) akibat oleh rasa bosan dan letih (Boy, 2021; Simmel, 2017)...

Dari Politik Aliran ke Politik Identitas

Apa yang pernah terjadi di Indonesia pada dua dasawarsa setelah kemerdekaan, kembali terjadi setelah 1998 bahkan hingga kini. Apa yang belum selesai pada dua dasawarsa setelah kemerdekaan Indonesia, kembali berlanjut dua tahun sebelum pergantian Millennium. Kala itu frasa “politik aliran” lebih lazim daripada frasa “politik identitas”. Jeda sejak 1966, bahkan mungkin sejak 1959 atau 1962 ketika Demokrasi Terpimpin Soekarno terapkan dan menguat, hanya bisa terjadi karena peranan negara yang begitu kukuh dan tunggal, sebagaimana tulis Feith dan Castles (1988: xxi) dalam “Pengantar Edisi Indonesia” Indonesian Political Thinking 1945 – 1965: “Kesamaannya terletak pada semakin pentingnya peranan ideologi negara”. Jelang dan ketika Soeharto berkuasa itulah, yang menurut Farabi Fakih (2014), Indonesia

sedang menjadi “managerial state”. Indonesia berhenti berproses menemukan identitasnya, seketika negara dan penguasa yang memimpinnya justru meniadakan keterlibatan masyarakat dengan keragaman identitasnya. Pada tahun-tahun terakhir kekuasaannya, Soekarno justru melempangkan jalan bagi Soeharto. Setelah hampir empat dasawarsa, setelah Soeharto jatuh, Indonesia kembali melanjutkan penemuan kembali identitasnya…

More
articles