Korporatisme ke Neokorporatisme
Semenjak terbitnya UU No.6 Tahun 2014 tentang desa, korporatisme negara terhadap desa dipandang oleh kalangan ilmuwan telah mengalami perubahan dan bahkan dianggap tidak kompatibel dengan kewenangan desa. Kewenangan desa dianggap sebagai pintu masuk yang paling tepat dalam mengatur dan mengurus desa berdasarkan prakarsanya sendiri. Namun kajian yang dilakukan oleh Sahdan, Firdaus dan Minardi (2022) menunjukkan bahwa telah terjadi neokorporatisme dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, terutama dalam perencanaan pembangunan desa yang berimplikasi terhadap matinya inisiatif, prakarsa dan kewenangan desa dalam mengatur dan mengurus desa.
Neokorporatisme atau lebih tepat disebut dengan istilah korporatisme baru adalah model korporatisme nagara yang oleh Lucio Baccaro disebut sebagai “democratic corporatism” atau korporatisme demokrasi (Baccaro 2002). Baccaro mendefinisikan korporatisme sebagai “pola pembentukan kebijakan yang dilembagakan”. Korporatisme juga didefinisikan sebagai sistem
organisasi sosial yang memiliki dasar pengelompokan manusia menurut komunitas kepentingan alami dan fungsi sosialnya serta sebagai organ sejati dan utama negara yang mengarahkan buruh, masyarakat dan modal demi kepentingan bersama. Tripartisme merupakan salah satu wujud dari korporatisme yang melibatkan negosiasi antara kelompok kepentingan bisnis, buruh dan negara untuk menetapkan kebijakan ekonomi. Dalam kajian Sahdan (dkk), korporatisme didefinisikan sebagai pola pembentukan kebijakan negara yang mengarahkan dan menggerakkan desa agar sejalan dengan “kepentingan negara”. Dalam korporatisme lama, ada dua strategi korporatisme negara terhadap desa yaitu dengan cara segmenter dan dengan cara bifrontal.