Epistemik Indonesia

Hilangnya Demokrasi di Ibu Kota Negara Tanpa Pemilihan Kepala Daerah dan DPRD Melalui UU IKN

Date

Menurut hukum konstitusional, setiap negara bagian memiliki otoritas pusat yang biasanya bertempat di satu kota yang dikenal sebagai ibu kota negara. Banyak konstitusi negara menempatkan ibu kota negara sebagai lokasi pemerintahan nasional. Ada konstitusi atau undang-undang yang secara khusus mengacu pada ibu kota negara dalam hal pengaturan. Kebalikannya, yang tidak dinyatakan secara eksplisit tetapi dalam hal ini diketahui secara pragmatis, disepakati, dan diterima mengenai kota-kota tertentu sebagai ibu kota negara, juga dimungkinkan. Konstitusi negara Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), tidak secara khusus menyebutkan ibu kota negara, tetapi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Daerah Provinsi secara jelas mendefinisikan dan mengatur ibu kota negara. Uniknya Ibu Kota Jakarta berfungsi sebagai tempat kedudukan negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hanya ada dua pasal yang menyebutkan ibukota negara: I Pasal 2 ayat (2) dan (ii) Pasal 23G ayat (1)...

UU IKN mengandung ketentuan yang tidak demokratis yang mengurangi partisipasi masyarakat

Isu selanjutnya adalah tidak adanya pemilihan kepala daerah di ibu kota nusantara; jabatan ini dikenal sebagai Kepala Kewenangan Ibukota Nusantara. Isu tersebut muncul dari Pasal 54 dan Pasal 91 UU IKN yang menyebutkan bahwa presiden mengangkat, mengangkat, dan memberhentikan kepala otoritas langsung setelah berkonsultasi dengan DPR. Oleh karena itu, undang-undang a quo mengatur dalam Pasal 10 ayat (1) bahwa pimpinan otoritas dapat diangkat dan diangkat kembali untuk masa jabatan yang sama, yakni 5 tahun. Hal ini bertentangan dengan Pasal 18 Pasal 18 UUD NRI Tahun 1945 alinea empat, sehingga merusak landasan sistem peradilan demokrasi Indonesia.

Kepentingan konstitusional UU IKN memerlukan argumentasi penegakan hukum dalam masyarakat yang bebas. Misalnya, rumusan Ibukota Negara Nusantara dalam UU IKN seharusnya menjadi provinsi karena frasa “setingkat provinsi” menimbulkan penafsiran dan ambiguitas konstitusional; dan (ii) pengujian formil dan materiil UU IKN terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi sebagai sarana perlindungan terhadap undang-undang yang sesuai dan tidak bertentangan dengan konstitusi. Rumusan ini juga akan membentuk kepastian hukum konstitusional; (iii) IKN tetap membutuhkan DPRD dalam satuan pemerintahan daerah, dan satuan ini harus menganut cita-cita demokrasi melalui pemilihan umum.

More
articles