Epistemik Indonesia

Tiga Isu Mewarnai Pemilu

Date

Setidaknya ada tiga isu yang akan menjadi tantangan bagi bangsa ini dalam melihat masa depan demokrasinya, khususnya menyongsong pelaksanaan Pemilu 2024. Tulisan ini akan fokus pada ketiga isu tersebut, terutama dalam melihat bagaimana relasi antara publik dengan isu yang menyertainya ketika dihadapkan pada pelaksanaan Pemilu 2024 yang disinyalir akan tetap penuh drama dan dinamika. Tiga isu yang akan dibahas adalah, pertama, soal gejala makin berjaraknya suara publik dengan keinginan elite. Gejala ini menarik untuk dicermati, sebab bagaimanapun pemilu akan menjadi alat bagi keduanya untuk melakukan relasi politik, yakni soal bagaimana mandat publik diperebutkan. Isu kedua adalah soal gejala penyederhanaan kontestasi di pemilihan umum. Pemilu 2024 yang masih menggunakan undang- undang lama, padahal banyak pemangku kepentingan melihat adanya kelemahan terhadap regulasi ini, pada akhirnya melihat Pemilu 2024 tidak akan jauh beda dengan apa yang sudah bangsa ini lalui di Pemilu 2019 lalu. Kontestasi politik yang terjadi lebih bernuansa menguntungkan para kontestan-kontestan yang selama ini menguasai ring pertandingan. Isu ketiga adalah terkait masih mengentalnya polarisasi politik sebagai residu dari kontestasi politik di pemilihan presiden sebelumnya. Gejala ini makin mengeras karena dibarengi dengan fenomena penggunaan media sosial yang makin masif dan intensif. Kondisinya semakin menguat dengan gejala memandang sesuatu yang benar tidak berbasis fakta dan data, tapi lebih pada rasa. Inilah fenomena post truth, sebuah kondisi ketika kebenaran dan kepalsuan menjadi hal yang sulit untuk dibedakan...

Berjaraknya Publik dan Elite

Isu pertama ini cukup mengisi ruang publik kita. Setidaknya fenomena ini terjadi di beberapa tahun terakhir menjelang pemilihan umum 2024. Sejumlah keinginan dan reaksi publik cenderung “berseberangan” dengan wacana yang dikemukakan oleh elite politik, termasuk dengan langkah dan kebijakan pemerintah.

Setidaknya ini juga terbaca dari sejumlah survei Litbang Kompas terkait isu publik yang sedikit banyak memang cenderung berbeda dengan sikap dan pandangan elite. Hasil riset penulis terhadap sejumlah isu tersebut memang mengindikasikan ada jarak yang cukup lebar antara keinginan publik dengan elite. Hal ini pula yang makin menegaskan bagaimana angka kebebasan sipil, seperti yang tertuang dalam indeks demokrasi yang dikeluarkan EIU, mengalami tren penurunan.

Berjaraknya sikap elite dengan keinginan publik sedikit banyak turut menguatkan sinyalemen penurunan variabel kebebasan sipil tersebut. Kebebasan menyuarakan sikap dan keinginan dari publik cenderung dipandang sebagai bentuk perlawanan, sehingga iklim demokrasi yang menyangkut ruang publik yang bebas cenderung menjadi lebih terkungkung dengan suara dan sikap elite…

More
articles